“ KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU”



“ KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU”

Oleh: Siti Aminah,HM, S.Pd.I




Di era perkembangan tekhnologi yang semakin canggih ada banyak cara dalam menuntut ilmu. Dalam hal ini menuntut ilmu dapat dilakukan lewat sekolah, seminar, kajian, workshop, majlis-majlis taklim, baik majlis ilmu, maupun majlis dzikir. Seiring berkembangnya zaman, menuntut ilmu bisa dilakukan  lewat social media. Tidak asing lagi dengan yang namanya facebook, line, whattshap, bahkan blog yang telah mendunia di zaman gloalisasi ini. Ilmu ibarat pelita yang menerangi seorang hamba di kegelapan kehidupan. Ilmu juga adalah cahaya yang dengannya seorang hamba dapat mengarungi lika-liku kehidupan yang penuh onak dan duri kegetiran hidup. Dengan ilmu maka seorang hamba akan dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Mana yang ma’ruf dan mana yang munkar. Mana petunjuk dan mana kesesatan. Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim baik laki-laki maupun wanita. Tua maupun muda. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara laki-laki maupun wanita dalam menuntut imu. Menuntut ilmu tidak ada batasan usia dan waktu. Menuntut ilmu dari buaian hinga liang lahat. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Tholabul ‘ilmi faridhotun ‘ala kulli muslim”. “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. (HR. Muslim).

Kata muslim dalam hadits diatas bermakna umum yang berarti muslim laki-laki maupun wanita memiliki hukum yang sama dalam hal perintah tentang kewajiban menuntut ilmu. Kewajiban menuntut ilmu dalam hadits diatas adalah menuntut ilmu agama. Yakni menuntut ilmu agama adalah fardhu ‘ain. (wajib) dalam hal aqidah, tentang beribadah kepada Allah, tentang halal haram, tentang akhlaq dan tentang muamalah. Sedangkan menuntut ilmu dalam sosial kemasyarakatan adalah fardhu kifayah, seperti ilmu kedokteran, ilmu perbengkelan, ilmu akuntansi,tata boga, ilmu pembangunan cukup beberapa orang saja yang menggeluti bidang tersebut tidak menjadi masalah. Beberapa keutamaan dari menuntut ilmu adalah sebagai berikut:

Al-Hafiz Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan:
“ Ilmu yang bermanfaat adalah mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta memahami makna kandungan keduanya dengan pemahaman para sahabat dan thabi-thabi’in”. (Fardhu ‘ilmi Khalaf , hlm 26)

Pertama. Keutamaan menuntut ilmu adalah untuk kebaikan hambanya. Sesuai dalam hadits Rasulullah SAW dibawah ini:
“Man yuridillahu bihi khoiron yufaqqihu fiddiin”. “Barangsiapa yang Allah inginkan ia akan kebaikan maka Allah akan faqihkan (pahamkan) ia akan agama”. (HR. Bukhari dan Muslim). Disini dalam hadits diatas mejelaskan bahwa siapa saja hamba-hambanya yang diinginkannya dalam kebaikan maka Allah akan mudahkan dalam memahami agama. Maka Allah akan mudahkan ia dalam memahami Al-Qur’an dan akan memudahkan ia dalam memahami sunnah-sunnah Rasul-Nya.

Kedua. Keutamaan menuntut ilmu adalah Allah akan mudahkan jalannya menuju Surga. Rasulullah SAW bersabda:
“Man salaka thoriiqon yaltamisu fiihi ’ilman sahhalallahu bihii thoriiqon ilal jannah”. “Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu , niscaya Allah akan memudahkan baginya suatu jalan menuju surga”. (HR. Muslim).
Dalam hadits ini berisi penjelasan bahwa Allah akan memudahkan bagi seorang hamba yang menuntut ilmu dalam mendaptkan ilmu yang di pelajarinya. Allah akan memudahkan baginya dalam mempelajari tentang ibadah yang benar. Allah akan memudahkan baginya berakhlaq yang baik di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Kemudian Allah akan memudahkan ia dalam mengamalkan dan menyampaikan ilmu tersebut.

Ketiga. Ilmu adalah amalan yang tidak terputus pahalanya walaupun sang pemilik ilmu meninggal. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW:
“Jika manusia meninggal maka terputuslah amalnya. Kecuali tiga perkara, shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits ini menegaskan bahwa setiap manusia yang meninggal terputus semua amal ibadahnya. Kecuali tiga yaitu: pertama, seorang hamba yang selalu bersedekah jariyah selama hidupnya. Kedua, seorang hamba yang memiliki ilmu yang bermanfaat bagi ummat. Ketiga, seorang hamba yang menjadi anak sholeh bagi kedua orang tuanya dan yang senantiasa tanpa lelah mendoakan kebaikan untuk kedua orang tuanya.

Keempat. Ilmu menjadi saksi terhadap kebenaran. Sebagaimana dalam firman Allah sebagai berikut:
“Tidak ada ilah yang berhak di sembah kecuali Dia, yang menegakkan keadilan, para malaikat dan orang yang berilmu juga menyatakan yang demikian itu”. (QS. Ali Imran:18).
Dalam ayat diatas bisa di tarik maknanya bahwa seorang yang berilmu menyertai para malaikat dalam mengesakan ketauhidan kepada Allah bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Dia.

Kelima. Derajat seorang hamba diangkat disebabkan ilmu. Dalam firman Allah SWT:
“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu pengetahuan diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan”. (QS. Al-Mujadilah:11).
Dalam firman Allah diatas Allah menegaskan tentang keutamaan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan diangkatnya derajat mereka sebagai suatu kemuliaan  bagi seorang hamba yang berilmu pengetahuan.

Keenam. Boleh iri dengan ahli ilmu. Rasulullah SAW besabda:
“Tidak iri kecuali dalam dua hal. Yaitu terhdap orang yang Allah beri harta dan ia menggunakannya dalam kebenaran dan Allah beri hikmah lalu ia mengamalkannya”. (HR. Bukhari).
Dalam hadits diatas Allah memberikan keringanan kepada hambanya dengan di bolehkannya iri. Yaitu iri dalam dua hal. Pertama, iri terhdap orang yang Allah beri harta dan ia menggunakannya dalam kebenaran. Kedua, iri terhadap orang yang berilmu (hikmah) lalu ia mengamalkannya.

Ketujuh. Ilmu itu warisan para Nabi. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, yang mereka wariskan adalah al-ilmu. Barangsiapa yang mengambil warisan tersebut maka ia telah mendapatkan sesuatu yang besar”. (HR. Muslim)
Hadits diatas menjelaskan tentang keutamaan dari orang yang berilmu yang diberikan reward dalam mengambil warisan para Nabi yaitu ilmu yang  mendapatkan ganjaran  sesuatu yang besar.

Imam Syafi’i berpesan:
“Ilmu itu bagaikan binatang buruan. Sedangkan pena adalah pengikatnya. Maka ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat”. “Alangkah bodohnya jika kamu mendapatkan kijang (binatang buruan). Namun, kamu tidak mengikatnya hingga akhirnya binatang buruan itu lepas ditengah-tengah manusia”.

Dengan iman hidup menjadi terarah. Dengan ilmu hidup menjadi bermakna. Dengan seni hidup menjadi indah. Semoga tulisan yng sederhana ini menjadi penggugah iman  dalam berlomba-lomba dalam menuntut ilmu. Menjadi ghiroh dalam berlomba-lomba dalam kebaikan.
Wallahu a’lam bishshowab.
Billahi fi sabilil haq fastabiqul khoirot.


Penulis adalah sekbid Tabligh & kajis PC IMM BERAU.

Komentar

Postingan Populer